Taubat berarti kembali. Sebuah perasaan takut kepada Allah Subhaanahu wa taala yang mendorong perasaan hamba untuk kembali kepada-Nya. Orang yang bertaubat, dialah orang yang takut, menyesal, dan ingin kembali.
Ia menyucikan diri dari segala dosa dan maksiat, lalu kembali pada Allah Subhaanahu Wa Taala dengan segala kesadaran. Ia akan berkata, “Ya Rabbku, dosa yang kulakukan selama bertahun-tahun ini akan kuhentikan, karena cinta dan taatku pada-Mu.” Itulah taubat. Kita tinggalkan maksiat, dan kembali ke jalan-Nya.
Mengapa Bertaubat?
Sejatinya, ketika jiwa kita merasakan urgensi taubat, maka kita harus mengerti garis start-nya. Untuk memulainya, kita harus memahami kedudukan kita di hadapan Allah I. Harus kita sadari berapa banyak kita melanggar hak Allah. Saat kita mulai menyadari, hati ini seakan terasa diperas. Ia seolah terbakar, hingga mulut kita pun bergumam, “Aku harus bertaubat!”
Kita bertaubat dari dosa besar! Mungkin Anda akan mengatakan, “Aku melakukan dosa besar? Bagaimana mungkin? Seperti apa?”
Saudaraku! Bukankah mengakhirkan shalat—tanpa udzur—itu dosa besar? Bukankah lalai dalam shalat itu dosa besar? Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman, artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al Mâ’ûn: 4-5).
Celaka! Celaka bagi yang melalaikan shalatnya. Ibnu Abbâs Radhiyallahu Anhu berkata, “Mereka yang melalaikan shalat itu adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”
Apakah kita tahu, betapa kita sangat membutuhkan taubat? Kita butuh bertaubat dari shalat yang diakhirkan, bertaubat dari kebiasaan melaksanakan shalat subuh setelah matahari terbit. Bertaubat dari kedurhakaan kepada kedua orang tua. Bukankah itu dosa besar?
Selanjutnya, apa pendapat kita tentang pengantar zina? Itu dosa besar! Lalu apa yang mendahului zina itu? Zina mata. Menonton saluran parabola yang menyuguhkan film porno, atau menjelajahi situs-situs blue di internet. Bukankah semua itu pengantar zina? Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Dan zina mata adalah melihat.” (HR. Bukhârî dan Muslim).
Untuk Muslimah yang belum menutup aurat, berapa helai rambutmu yang terlihat? Berapa bagian tubuhmu yang tersingkap? Apakah Anda tidak perduli dengan aurat yang terlihat itu? Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda tentang wanita-wanita yang membuka auratnya, “Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan begini dan begini.” (HR. Muslim).
Bukankah itu dosa? Setiap kali orang melihat aurat Anda, maka Anda akan mengambil bagian dosa. Berapakah orang yang melihat Anda? Berjuta dosa dilakukan setiap hari! Bagaimana kita akan menghadap Allah Subhaanahu Wa Taala ? Demi Allah, bila kita menghitung dosa selama sebulan, tentu akan sebesar gunung.
Sufyân Ats-Tsaurî—rahimahullâh—berkata, “Suatu hari aku duduk-duduk menghitung dosa-dosaku. Lalu aku berkata pada diriku, “Kau akan bertemu Allah, wahai Sufyân, Dia akan menanyakan padamu dosa demi dosa.”
Bayangkanlah, siapakah Sufyân? Ia seorang imam atba’ tâbi’în yang sholeh. Lalu berapa kali kita menghitung dosa yang kita lakukan?
Ia berkata lagi pada dirinya, “Inikah yang kau ingat, wahai Sufyân? Bagaimanakah yang Allah ingat, dan kau melupakannya? Bertaubatlah sebelum engkau bertemu Allah Subhaanahu Wa Taala.”
Taubat, Jalan Pintas Menebus Dosa
Ketika saat berumur 15 tahun, kita durhaka kepada kedua orang tua. Lalu pada saat berumur 30 tahun, dosa itu kita tinggalkan. Apakah dosa kita telah diampuni, dihapus, atau dilenyapkan untuk selamanya? Benar, kita telah menghentikan dosa, tapi sudahkah kita bertaubat? Jika belum, berarti kita belum diampuni. Ini merupakan kaedah penting, tetapi manusia sering melupakan.
Bayangkan, di hari kiamat kita menghadap Allah Subhaanahu Wa Taala dan ditanya dosa yang telah kita tinggalkan selama sepuluh tahun, dan kita pun telah melupakannya. Lalu kita menjawab, “Wahai Tuhanku, aku telah meninggalkan dosa itu, aku telah melupakannya. ” Tetapi sudahkah ia bertaubat? Belum! Maka firman Allah (artinya), “Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan- Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Mahamenyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Mujâdalah: 6).
Allah Subhaanahu Wa Taala juga berfirman (artinya), “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (QS. Al Kahfî: 49).
Perhatikanlah pula firman Allah berikut ini, artinya: “Katakanlah, “Hai hamba-hamba- Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar: 53-55).
Marilah kita bertaubat, “Supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, “Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik”. QS. Az-Zumar: 58).
Perhatikanlah ayat berikut ini (artinya), “Dan pada hari kiamat, kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” (QS. Az-Zumar: 60).
Di hari kiamat, kita akan melihat wajah hitam orang yang enggan bertaubat dan tunduk pada Allah Subhaanahu Wa Taala. Perhatikanlah, mengapa mereka dikatakan orang sombong? Karena ia enggan bertaubat. Padahal Allah Subhaanahu Wa Taala berjanji akan mengampuni segala macam dosa. Betapa kesombongan telah menghancurkannya karena menolak taubat.
Kemudian, resapilah keindahan susunan Al Qur’an ini: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222).
Renungkanlah, Allah Subhaanahu Wa Taala akan mencintai kita, kalau kita mau bertaubat. Allah Subhaanahu Wa Taala berfirman (artinya), “Dan Allah hendak menerima taubatmu….” (QS. An-Nisâ: 72).
Lihatlah! Apa yang Allah inginkan dari diri kita? “Dan Allah hendak menerima taubatmu….” Allah menghendaki manusia bertaubat, tetapi pengikut hawa nafsu enggan bertaubat.
Jika kita enggan bertaubat, maka Allah Subhaanahu Wa Taala akan menegur, “Dan barangsiapa tidak mau bertaubat, maka ia termasuk orang yang berbuat zalim.” (QS. Al Hujurât: 11).
Allah Subhaanahu Wa Taala juga telah berfirman (artinya), “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.” (QS. Ali ‘Imrân: 133).
Mayoritas dari penghuni neraka adalah orang-orang yang gemar menunda-nunda. Mereka mengatakan, “Insya Allah, aku akan mengenakan jilbab setelah kuliah.” Atau, “Insya Allah, setelah aku menikah nanti, aku akan tekun mengerjakan shalat dan meninggalkan minuman-minuman keras.”
Ia katakan insya Allah, lalu berdusta. Ini adalah menunda-nunda. Menunda-nunda adalah tentara Iblis untuk menggelincirkan manusia. Maka, bersegeralah menuju rahmat Allah, bertaubat dan hidup dalam naungan-Nya. Bertaubatlah, karena jeritan penghuni neraka bukan hanya karena pedihnya siksa api neraka, tetapi juga karena keengganan manusia untuk bertaubat.
Hadits-hadits Taubat
Marilah kita renungkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, melihat-lihat keindahan dan kemudahan Islam, sehingga kita tidak akan lagi mendengar kekerasan, kegarangan, kesusahan, maupun kepelikan yang sering disematkan kepada ajaran Islam. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Wahai manusia, minta ampunlah pada Tuhan kalian, dan bertaubatlah. Maka aku meminta ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari.” (HR. Bukhârî dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam meminta ampun dan bertaubat setiap hari seratus kali. Sedangkan kita, selama sepuluh tahun tidak pernah bertaubat sama sekali. Rasul yang ma’shûm, terjaga dari maksiat, bertaubat seratus kali setiap hari? Bertaubat dari apa? Derajat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah tinggi di sisi Allah, dan ia ingin mengangkat derajatnya dengan cinta dan ma’rifat Allah Subhaanahu Wa Taala.
Apakah kita ingat, kapan terakhir kali kita bertaubat? Sudahkah kita mengulangi taubat itu lagi atau belum?
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sungguh, Allah membentangkan tangan-Nya setiap malam, agar orang yang berbuat kejelekan di siang hari mau bertaubat. Dan Dia juga membentangkan tangan-Nya di siang hari, agar orang yang berbuat kejelekan di malam hari mau bertaubat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sebuah Kisah
Di zaman Nabi Musa Alaihissalam, terjadi masa paceklik. Manusia dan hewan kehausan, dan hampir mati, karena sedikitnya persediaan air. Mereka lelah hingga berkata, “Wahai Musa, serulah Allah, dan mintalah agar hujan diturunkan!” Nabi Musa pun mengumpulkan mereka di satu tanah lapang, lalu ia berdoa kepada Allah. Mereka pun mengamini doa beliau, tetapi hujan tak kunjung turun. Akhirnya, ia pun berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak mau menurunkan hujan, padahal kami telah berdoa dan menghinakan diri pada-Mu?”
Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Wahai Musa, di antara kalian ada seorang yang berbuat maksiat selama empat puluh tahun, ia belum bertaubat. Maka ia menghalangi terkabulnya doa kalian.” Lalu Musa bertanya, “Lalu apa yang harus kami lakukan?” Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Keluarkanlah orang yang berbuat maksiat itu! Jika orang itu keluar dari barisan kalian, hujan akan turun.” Nabi Musa Alaihisslam pun berkata, “Aku minta kalian bersumpah pada Allah. Aku bersumpah pada Allah, di antara kita ada yang bermaksiat selama empat puluh tahun, hingga hujan tidak turun-turun, maka hendaklah ia mau keluar dari barisan.”
Orang yang berbuat maksiat itu menoleh ke kanan dan ke kiri, sekiranya ada yang keluar selain dia. Tetapi tidak ada seorang pun yang keluar. Tahulah ia kalau yang dimaksud adalah dirinya. Lalu ia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah berbuat maksiat selama empat puluh tahun, dan Engkau berkenan menutupinya. Ya Tuhanku, jika aku keluar, maka namaku akan tercemar. Dan jika aku tetap tinggal, maka hujan tidak akan turun. Ya Tuhanku, aku sekarang bertaubat pada-Mu, aku menyesal, aku kembali pada-Mu. Maka ampunilah aku dan tutupilah kejelekanku. “
Hujan pun turun, akan tetapi orang yang berbuat maksiat itu tidak keluar dari barisan. Akhirnya, Nabi Musa u bertanya, “Ya Tuhanku, hujan telah turun, dan orang itu belum keluar?” Allah Subhaanahu Wa Taala menjawab, “Ya Musa, hujan telah turun dengan taubat hamba-Ku yang telah bermaksiat selama empat puluh tahun.”
Nabi Musa bertanya lagi, “Ya Tuhanku, tunjukkan orang itu padaku agar aku bergembira dengannya.” Allah menjawab, “Wahai Musa, ia telah bermaksiat kepada-Ku selama empat puluh tahun, dan aku telah menutupinya. Lalu apakah Aku akan membukanya padamu, mencemarkan namanya, padahal ia telah kembali pada-Ku?”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment