Sunday, September 30, 2012

Macam-macam kesabaran dalam Al-Qur’an

Macam-macam kesabaran dalam Al-Qur’an:

1) Sabar dalam pembelaan negara : “ Hai orang-orang mukmin, bersabarlah kamu dan kuatkan kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS.3 : 2OO).

2) Sabar dalam perbedaan keyakinan: “Jika golongan dari kamu beriman dan golongan lain ingkar, maka bersabarlah hingga Allah menetapkan hukumnya diantara kita. QS.7:87).

3) Sabar memelihara persatuan dan kesatuan: “Taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantah, menyebabkan gentar kekuataamu, dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar”. (QS.8 : 46).

2) Sabar menjalankan salat: “Perintahkanlah keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya”. ( QS. 2O:132).

3) Sabar mernghadapi musibah: “Sungguh Kami akan uji kamu dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira, yang mampu bersabar “.(QS.2 :155).

4) Sabar dalam nahi mungkar: “Bersabaarlah yang akan menimpamu”(QS.Lukman).

Menurut ulama Tafsir, penggalan ayat ini adalah salah satu pesan Lukmanul Hakim kepada puteranya, bahwa dalam mencegah kemungkaran (berdakwah), ada resikonya. Misalnya, jika kita mengajak seseorang kepada yang makruf, misalnya mengajak ke mesjid salat jamaah, jika yang diajak tidak mau, tidak akan marah, paling-paling menolak halus, dan berkata, “duluanlah, nanti saya menyusul ” ( hakikatnya tidak bersedia). Tapi jika seseorang dihalangi yang sementara berbuat mungkar, misalnya menghentikan sedang asyik minum khamar atau menjudi, biasanya marah dan kalau perlu mempertaruhkan jiwanya. Sebab itu wasiat khusus Lukman, dengan kalimat, “bersabarlah atas resiko yang akan menimpamu”. Jadi, jika kita sedang berlayar, bersiap menghadapi sesuatu yang akan menimpa.

Shuhbah:Shuhbah (bukan syubhat), artinya pergaulan. Lengkapnya : Memiliki pengaruh pergaulan yang signifikan dalam membentuk kepribadian, akhlak dan tingkahlaku manusia.(21)

Pentingnya pergaulan:1) Seseorang akan mengambil sikap-sikap sahabatnya melalui bidang spiritual, yang membuatnya mengikuti tingkahlaku sahabatnya. Jika bergaul dengan orang saleh, pasti ada pengaruhnya sedikit. Jadi, untuk menjaga moral, sebaiknya kita selektif memilih sahabat. Yang bisa menasehati kekeliruan kita, itulah sahabat sejati. Sahabat yang suka memuji-muji, itulah yang paling berbahaya. Kerusakan anak kita di rumah, terutama pergaulan dengan sahabatnya..

2) Ketika Nabi Musa berhadapan Fir’an, Tuhan memesan pesan, ucapkan “ Qaulan Kariman”( sampaikan tuturkata yang mulia .) Menurut akhlak Islam, sahabat yang baik ialah yang berani menegur kesalahan kita, dan bukan hanya sahabat yang suka memuji atau membiarkan kita tertsesat. Yang benar kita katakan itu benar, yang salah, juga demikian. Bukan sahahabat yang diam, atau suka memuji-muji. Kalau sudah diberi tahu, lalu menolak, kita sabar, karena hakikat kebenaran itu adalah hidayah dari Allah.Selalu nerasa diri hebat,ujub dan istimewa orang yang dinasehati, padahal semuanya itu bisikan dan permainan setan.

Didalam Al-Qur’an dinyatakan “ Katakanlah, inginkah kamu, kuberi tahu orang yang merugi amalnya?. Yaitu orang-orang yang menyangka dirinya, berbuat sebaik-baiknya ”( QS. Al-Kahfi 1O3).

Sabda Rasul “Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain” (HR. Bukhari ).
Sedang mukmin yang sempurna, hanyalah Rasul, “ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasul, suriteladan yang baik bagi diri kalian”. (QS.Al-Ahzab 21).

3)janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan, dari mengingat Kami, serta mengikuti hawanafsunya, melewati batas.(QS.Al-Kahfi 28).

4) Dan ikutilah jalan yang kembali kepadaKu (QS.Lukman 15).

5) Dan (ingatlah), saat orang zalim menggigit kedua tangannya,seraya berkata : alangkah baiknya, kalau dulu tidak menjadikan orang-orang yang memnyesatkan, fulan (teman akrabku). Sesungguhnya dia terlah menyesatkanku ketika al-zikir(agama) itu datang kepadaku(QS. Al-Furqan 29).

6) Teman-teman akrab pada saat itu, sebagian menjadi musuh dengan yang lain,kecuali orang-orang yanmg bertakwa (QS. Al-Zukhruf 67).

7) Allah mengissakan ucapan Musa, ketika bertemu dengan Khidir AS, setelah dia memiliki niat yang tulus, menanggung beban yang berat, menempuh perjalanan panjang. “Bolehkah aku mengikuti, supaya mengajarkan ilmu yang benar, diantara ilmu-ilmu yang diajarkan kepadamu ? (QS. Al-Kahfi 26)
Dari beberapa ayat mengenai pentingnya sahabat dalam pergaulan, ternyata ada yang dapat mempengaruhi dengan baik dan ada pula justru merusak; bahkan tidak berhasil mengejar ilmunya, karena tidak disiplin, seperti antarta Khidir dan Musa.
Salah satu hadis dari sekian banyak, seseorang itu tergantung pada agama sahabatnya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang dijadikan sahabat (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).(28).
Ayat dan hadis diatas, mendesak kepada kita, memilah sahabat yang baik dan benar serta mempunyai pendirian istiqamah. Diantara kesuksesan Rasul, karena hampir semua sahabatnya, mendekati dengan akhlak yang dipraktikan Rasul : Tidak gila harta, jabatan dan kehormatan, serta hidup sederhana dengan mengutamakan keikhlasan dalam berdakwah, serta penyebaran Islam ke luar jazirah Arab.

Ikhlas.Dalam surah Al-Bayyinah ditemukan sebuah ayat yang merupakan kunci asasi diterimanya segala amal muslim, selama hidup di dunia. Ayat itu artinya, “ Dan tiadalah mereka diperintahkan, kecuali menyembah Allah dengan tulus ikhlas ( QS.98: 5).

Ayat ini berarti, bahwa baik amal fardhu atau sunnat, barulah mendapat penilaian amal manakala dilakukan dengan baik dan benar, serta jauh dari syirik (mempersekutukan Allah), termasduk karena riya, ujub dan sum’ah.’. Dan itu juga menjadi syarat utama jika seseorang mendambakan bertemu Allah di akhirat nanti, dimana bagi kaum sufi menyebutnya Hakikah, Ma’rifah dan Musyahadah.
READ MORE - Macam-macam kesabaran dalam Al-Qur’an
READ MORE - Macam-macam kesabaran dalam Al-Qur’an

ORANG YANG BENAR2 BERTAQWA


ORANG YANG BENAR2 BERTAQWA

Para Ulama berbeda pendapat mengenai taqwa dan tentang orang yang benar2 bertaqwa.   

Didalam kitab Al-Ghunyah Li Talibi Tariqil  Haqq,  setelah mengemukakan berbagai pendapat Ulama2 dahulu,   Ghawthul A’zham, Shaikh Muhyiddin Abdul Qadir Jailani  رضي الله عنه, menyimpulkan bahawa :

“Taqwa” adalah tempat berkumpul semua sifat2 kebaikan.   Dan Taqwa yang benar adalah mempertahankan diri untuk mentaati Allah yang Maha Perkasa Lagi Maha Mulia.” 


Beberapa pendapat Sahabat dan Ulama2 Mu’tabar yang turut di nukil oleh Imam Jailani  رضي الله عنه  didalam kitab tersebut berkenaan Pengertian Taqwa:

Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata :  
“Orang bertaqwa adalah yang takut terjerumus dalam syirik, dosa besar dan perbuatan keji.”

Abdullah Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata :
…..ketika menafsirkan firman Allah surat Ali Imran ayat 102, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya.” Beliau mengatakan, :  “Hendaklah Dia (Allah) ditaati dan tidak dimaksiati, diingat serta tidak dilupakan, disyukuri dan tidak diingkari.”

Ibnu Umar رضي الله عنه berkata :
“ Taqwa adalah melihat diri sendiri tidak lebih dari orang lain.”

Imam Hassan رضي الله عنه berkata :
“Taqwa adalah orang yang mengatakan kepada setiap orang yang dia lihat, “dia lebih baik dariku.”

Sayyidina Umar Al-Khattab  رضي الله عنه berkata kepada Ka’ab al-Akhbar  رضي الله عنه, 
“ beritahu kepadaku tentang taqwa. Beliau berkata, “Apakah engkau pernah melalui jalan yang berduri?”  “ya” jawab Umar.  “kemudian apa yang engkau lakukan?”   Umar menjawab, “aku akan menghindari dan menjauhinya”  Ka’ab pun berkata, “ Itulah taqwa”

Shaikh Bakr Bin Abdullah رضي الله عنه berkata :
“Seseorang tidak disebut bertaqwa sampai dia benar2 taqiyyah (bersikap hati2—pent) dalam makanan dan kemarahan.”

Shaikh Sufyan Ats-Tsauri رضي الله عنه berkata :
“Orang yang bertaqwa adalah orang yang mencintai kecintaan orang lain seperti mencintai kecintaan sendiri.”

Shaikh Al-Junaid bin Muhammad رضي الله عنه berkata :
“Orang yang bertaqwa adalah orang yang mencintai kecintaan orang lain lebih daripada mencintai kecintaan diri sendiri.”


Shaikh Sirri Saqthi رضي الله عنه berkata :
“Orang yang bertaqwa adalah orang membenci diri sendiri”  (membenci segala maksiat, kejahatan dan kelalaian diri -  pent)

Shaikh Muhammad bin Khafif رضي الله عنه berkata :
“Taqwa adalah menghindari segala sesuatu yang menjauhkan engkau dari Allah”

Shaikh Abu Yazid Al-Bustami  رضي الله عنه berkata :
“Orang bertaqwa adalah orang yang menjauhi segala yang syubhat.”

Ibnu Athiyyah رضي الله عنه berkata :
“Orang yang bertaqwa boleh diketahui dari keadaan lahiriah dan batiniahnya. Keadaan lahiriah dengan selalu memelihara hukum2 Allah dan batiniahnya selalu berniat dan melakukan segala hal dengan tulus dan ikhlas.”

Daripada semua pendapat2 diatas kita dapat menarik kesimpulan bahawa Taqwa adalah himpunan segala kebaikan yang dituntut oleh Allah iaitu:

i)   Membersihkan hati dari segala macam syirik.
ii)   Membersihkan hati dari segala sifat mazmumah – ria’, takkabbur, ‘ujub, hubbun-dunya (kasih kepada dunia),  hasad, bakhil dll
iii)   Menghiasi diri dengan segala sifat kepujian – ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut), roja’ (harap),  tawakkal, redha dan lainya.
iv)   Mengerjakan segala perintah Allah yang wajib dan banyakkan amalan sunnat.
v)   Meninggalkan segala yang haram, syubhat, makruh.
vi)   Mengurangi pada segala yang diharuskan atau dihalalkan atau tidak berlebihan padanya melainkan mengambil sekadar keperluan hidup. 
vii)   Meninggalkan segala sesuatu yang menjauhkan ingatan pada Allah. 

Kadar seseorang dapat melakukan semua perkara diatas adalah ukuran bagi ketaqwaan dan kehampirannya di sisi Allah Ta’ala.  Jika seseorang dapat melakukan semua perkara tersebut tanpa sedikitpun kecuaian, maka mereka itulah yang paling bertaqwa dan paling mulia di sisi Allah.     Sebagaimana ketegasan Allah didalam KalimatNya yang suci :

Firman Allah :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ

“….Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kalian…”  [alHujurat (49) : 13]

Maka sudah tentunya mereka2 yang dapat berbuat demikian adalah manusia2 pilihan Allah dari kalangan Rasul2, Nabi2 dan Aulia Allah.   Dengan demikian orang2 yang paling bertaqwa dan paling mulia di sisi Allah adalah Rasul2, Nabi2 dan Aulia Allah.! Kemudian kurang sedikit daripada itu adalah mereka2 yang Mu’minin dan Solihin. 
READ MORE - ORANG YANG BENAR2 BERTAQWA
READ MORE - ORANG YANG BENAR2 BERTAQWA

ibadah haji


MELAKSANAKAN ibadah haji adalah satu kewajipan yang difardukan oleh Allah s.w.t. manakala umrah adalah sunat. Ramadan yang merupakan bulan penuh keberkatan dan kemuliaan, memberi peluang kepada umat Islam untuk mendekatkan diri dengan Allah s.w.t. Justeru itu, ramai yang mengambil kesempatan mengerjakan umrah semasa Ramadan bagi memperoleh nikmat beramal ibadat di Tanah Suci Mekah.

Kelebihan

Malah Allah s.w.t. menjanjikan ganjaran pahala yang sama bagi orang yang melakukan umrah pada bulan Ramadan dan mengerjakan haji. Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa yang melakukan umrah pada bulan Ramadan, pahalanya sama seperti melakukan ibadat haji. (Riwayat oleh Atta’ yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim). Kelebihan mengerjakan umrah juga dijelaskan dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. menjelaskan: Mengerjakan umrah adalah penebus dosa di antara dua umrah yang dilakukan.

Dalam hadis lain, Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesiapa yang menunaikan haji, maka andainya haji itu diterima Allah s.w.t., maka ganjarannya adalah syurga Allah dan segala kenikmatannya. (Riwayat Abu Hurairah).

“Untuk melakukan ibadah, bulan yang paling sesuai ialah pada bulan Ramadan kerana terdapat fadilat Lailatulqadar. Bagi yang berkemampuan, tempat yang paling istimewa untuk mendekatkan diri dengan Allah s.w.t. adalah di Tanah Suci Mekah dan Madinah.
READ MORE - ibadah haji
READ MORE - ibadah haji

Fardhu ain

Ilmu-ilmu yang dihukumkan mempelajarinya merupakan suatu Fardhu ain ialah tiga : 
Pertama : Ilmu Tauhid yang dinamakan ilmu Usuluddin, juga dinamakan ilmu ‘Aqidah. 
Kedua : Ilmu Syari’at yang dinamakan ilmu Furu’, juga dinamakan ilmu Feqah. 
Ketiga : Ilmu Batin yang dinamakan ilmu Suluk dan ilmu Thariqat, juga dinamakan ilmu Tasawuf.Semua termasuk di dalam Hadis s.a.w: 

Artinya : Anggaran ilmu Tauhid yang dihukumkan mempelajarinya itu Fardhu ‘Ain ialah mengetahui Zat Allah Ta’ala,semua sifatNya yang salbiah dan yang tsubiyah dan semua perbuatanNya, begitu juga mengenal penghulu kita Nabi s.a.w.,mengetahui mengenai semua Rasul alaihimus-shalatu-wassalam dan ajaran-ajaran yang mereka sampaikan, dan beriman dengan semua itu seperti mana yang akan diperkatakan di dalam ilmu Tauhid atau ilmu Usuluddin atau ilmu ‘Aqaid di dalam buku ini insya Allah. Setakat ini memadailah mempelajari ilmu Tauhid yang terdapat di dalam buku ini dan di dalam Ihya’ Ulumiddin sebagai Fardhu ‘Ain.Sementara melakukan lebih daripada itu seperti menghuraikan dalil-dalil dan menolak perkara-perkara syubhat yang dikemukakan oleh sesetngah pihak, ianya adalah Fardhu Kifayah bukan Fardhu ‘Ain dan orang yang suluk mengikut jalan Akhirat tidak disuruh memperbanyak pengajian terhadap ilmu Usuluddin yang dihukum mempelajari sebagai Fardhu Kifayah.Ia hanya diminta mengetahui mana yang dihukumkan Fardhu ‘Ain sahaja.Kerana inilah Asy-Syeikh Al-`Arif-‘Arif Billah Syeikh Qasim Al-Halabi berkata di dalam bukunya berjudul “Sairus-Suluk”: Dan tidak patut seseorang suluk mengikuti jalan Akhirat itu, menyelami ilmu ‘Aqaid iaitu ilmu Usuluddin kerana tiada sebarang faedah baginya dengan penyelaman itu, sebaliknya ia hendaklah mengambil sekadar yang diperlukan sahaja iaitu sekadar yang dihukumkan mempelajarinya sebagai Fardhu ‘Ain.” Anggaran ilmu Feqah yang dihukumkan mempelajarinya itu Fardhu ‘Ain ialah berhubung dengan thahharah, fardhu shalat dan puasa,mengeluarkan zakat apabila cukup nisab dan menunaikan fardhu haji apabila berkemampuan,begitu juga mengetahui perkara-perkara yang membatalkan shalat,puasa,zakat, dan haji. Mempelajari ilmu Feqah lebih daripada yang telah disebutkan itu adalah Fardhu Kifayah, dan orang yang suluk tidak diminta mempelajari ilmu Feqah yang Fardhu Kifayah itu.Kerana inilah Imam Ghazali Rahimatullah Ta’ala ketika memperkatakan mengenai guru yang mengajarkan ilmu dan murid yang menuntut ilmu, di dalam bukunya Bidayatul-Hidayat telah menyebut: “Dan guru hendaklah menahan murid daripada terlibat mempelajari ilmu yang Fardhu Kifayah sebelum selesai daripada mempelajari ilmu Fardhu ‘Ain (yang tiga itu iaitu ilmu Tauhid, ilmu Syari’at dan ilmu Batin).”
READ MORE - Fardhu ain
READ MORE - Fardhu ain

Dam Haji

Dam Haji
RUKUN ISLAM KELIMA: MENUNAIKAN HAJI
Kitab Zadul Mutaallim (Bekalan Pelajar)
Ibnu Aqil.
suntingan jawi ke roman oleh: Mohamad Hakim bin Tastik
BAHAGIAN-BAHAGIAN DAM
1. Dam kerana meninggalkan salah satu daripada wajib haji:
Maka damnya seekor kambing, dan jika tidak upaya maka puasa 10 hari; 3 hari dalam bulan haji dan 7 hari manakala balik ia kenegerinya. Maka jika hendak bermukim ia di Mekah maka berpuasalah ia di Mekah.
2. Dam kerana menggugur bulu atau rambut atau kerana memakai bau-bauan atau minyak:
Maka wajib seekor kambing, atau puasa 3 hari, atau bersedeqah 3 gantang makanan kepada 6 fakir.
3. Dam kerana tertahan oleh musuh tidak dapat menyempurnakan rukun-rukun haji:
Maka wajib seekor kambing di tempat tertahan itu dan bercukur selepas daripada menyembelihkan Dam.
4. Dam kerana membunuh binatang perburuan darat:
Maka wajib ia Dam mengikut Tafsil;
4.1. Jika Binatang yang dibunuh itu ada bandingannya maka di bayar Dam dengan bandingannya itu atau di nilaikan harganya kemudian di beli makanan di sedeqahkan kepada fakir dan miskin di Tanah Haram, atau puasa ia sehari bagi tiap-tiap secupak daripada harga binatang itu.
5. Dam kerana Wat’ie atau Jimak dilakukan oleh orang yang berakal serta ketahui akan haramnya:
Maka wajib Dam seekor unta, jika tidak seekor lembu, jika tidak maka tujuh kambing.
Maka jika tidak ada semuanya dinilaikan harga unta itu dengan harga unta di negeri Mekah pada ketika wajib Dam itu. Maka dibeli dengan harganya itu akan makanan dan di sedeqahkan kepada fakir dan miskin di Tanah Haram Mekah. Maka jika tidak dapat harganya maka berpuasa sehari bagi tiap-tiap secupak.
Adapun Dam melainkan daripada Dam Akhsar (tertahan atau terkepung):
Maka wajib dilakukan di Tanah Haram, dan sekurang-kurangnya hendak di beri kepada 3 orang fakir dan miskin.
READ MORE - Dam Haji
READ MORE - Dam Haji

CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA

CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA 
1. Ikuti perintah dan jauhi segala larangan Allah. 
2.Pendapat ulama ada mengatakan terdapat 1000 perintah untuk dipatuhi dan terdapat 1000 larangan mesti dijauhi. Berapa perintah dan larangan Allah telah kita patuhi dalam kehidupan kita sehingga kini? 
3.Bersyukur kepada Allah, Bersyukurlah jangan menjadi kufur! Allah berfirman: ‘Ingatlah kepada Aku, aku ingat kepada kamu’.
4.Manusia itu akhsanul taqwim yakni yang paling baik/lawa/cantik kejadiannya. Allah beri pendengaran telinga, mata dan hati. Allah nyatakan didalam firmannya: ‘tetapi sedikit sekali orang yang bersyukur’. 

BAGAIMANA CARA INGIN BERSYUKUR 
1.Dengarkanlah kalam Allah selalu. 
2.Dengarkanlah nasihat-nasihat yang baik dari ulama-ulama. 
3.Jauhilah hiburan melalaikan dan melampau. contohnya ada yang suka mendengar muzik pagi petang siang malam, dalam rumah, dalam pejabat, waktu berehat santai. sayang sekali umur di habis pada perkara sia-sia. 4.Pandanglah dan rasakan nikmat kebesaran dan kejadian ciptaan Allah swt. 
5.Pandanglah ibu bapa kita, ada pahala disana. 
6.Bagi yang mngerjakan haji/umrah memandang kaabah mendapat pahala. Ada yang tidak dapat nampak kaabah yang besar itu, lantaran itu bersihkan jiwa dan anggota kita dari melakukan maksiat kecil dan besar. 

HATI YANG HIDUP DAN HATI YANG MATI Menurut Imam Hasan Al Basri dapatlah diketahui tanda-tanda bagi hati yang mati itu seperti: 
1.Sentiasa melazimi melakukan dosa tetapi pada masa yang sama mengharap pula keampunan Allah swt. 2.Berilmu tetapi tidak di amalkan dalam kehidupan seharian. 
3.Beramal tetapi tidak ikhlas. 
4.Riya’, yakni melakukan kebaikan, kebajikan dan beramal kerana ingin di lihat orang atau di puji orang yakni amalnya ingin diperlihat kepada manusia. 
5.Hari-hari makan rezki Allah tetapi tidak mahu bersyukur. 
6.Mengucapkan zikir tetapi hanya di bibir tidak di hayati di dalam hatinya dan tidak di ikuti pengamalan dengan anggota tubuhnya. 

 BAGAIMANA ULAMA DAHULU BERSYUKUR 
1.Ulama dahulu Merasa cukup dengan sedikit bekalan dunia dan memperbanyak bekalan akhirat. Tetapi kita sering mendapat rezki banyak tetapi merasa tidak pernah cukup, dan sibuk menumpuk kebendaan dan kekayaan. 
2.Ulama dahulu mengamalkan konsep syukur di dalam diri dengan memandang di bawah. kita juga boleh mengikut konsep ini contohnya kalau kita memiliki kereta bersyukur kerana ada orang yang hanya bermotorsikal, kalau kita mempunyai motorsikal kita bersyukur kerana ada orang yang cuma berbasikal, jika ada basikal bersyukur kerana ada orang yang hanya berjalan kaki. 
3.Ulama dahulu sering menziarahi kematian/kubur tetapi kita pergi kubur tidak mahu mengambil iktibar: Hari ini kita menziarahi kematian orang esok orang menziarahi kematian kita, Hari ini kita memandikan orang esok orang memandikan kita, Hari ini kita mengafankan orang esok orang mengafankan kita, Hari ini solatkan orang esok orang solatkan kita, Hari ini pergi ziarah esok orang ziarah kita. Bani Adam adalah bangsa yang mulia kerana di muliakan sampaikan di waktu mati di mandi, di beri pakaian kafan, di solat dan di tanamkan. Berilah khidmat terakhir kita sebaiknya kepada ibu dan bapa. Saya akan mati, kamu juga akan mati, marilah selalu bermuhasabah diri kita sebelum ajal menjemput. Selalulah ingati mati, mudahan mudah membuat banyak amal bakti untuk di sana nanti, negeri akhirat yang kekal abadi. Ya Allah ampunilah dosa kami, dosa ibu bapa kami, dosa anak isteri kami yang kami ketahui atau tidak kami ketahui, berilah keluasan di dalam kubur kami dan jauhilah kesempitan dan himpitan kubur bagi kami, kubur itu gelap ya Allah, berilah cahaya untuk kami di dalam kubur kami. Ampunilah kami ya Allah!
READ MORE - CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA
READ MORE - CARA MENINGKATKAN IMAN DAN TAQWA

sifat roh

Roh yang ada di dalam diri kita ini terlalu abstrak (seni). Sifatnya sensitif, selalu berubah-ubah, sekejap baik dan sekejap jahat. Perubahan ini berlaku terlalu cepat sekali sehingga susah untuk kita mengesannya. Ini menyebabkan banyak sifat-sifat yang baik telah terabai dan sifat-sifat yang buruk (jahat) dibiarkan bermaharajalela dalam diri sama ada disengaja atau tidak, disedari atau tidak. 

Sifat-sifat roh terbahagi kepada dua yaitu: 

1. Sifat-sifat mahmudah (sifat positif atau sifatsifat yang baik) 
2. Sifat-sifat mazmumah (sifat negatif atau sifatsifat yang keji) 

Pertama: Sifat-sifat mahmudah, antaranya: 
a) jujur 
b) ikhlas 
c) tawadhuk 
d) amanah 
e) taubat 
f) sangka baik 
g) pemaaf 
h) pemurah 
i) syukur 
j) zuhud 
k) tolak ansur (timbang rasa) 
l) sabar 
m) redha 
n) berani 
o) lapang dada 
p) lemah lembut 
q) kasih sayang 
r) selalu ingat mati 
s) tawakal 
t) takut Allah 

 Kedua: Sifat-sifat mazmumah, di antaranya: 
a) riyak 
b) ujub 
c) sum’ah 
d) takabur atau sombong 
e) hasad dengki 
f) pemarah 
g) dendam 
h) bakhil 
i) penakut 
j) cinta dunia 
k) gila pangkat 
l) gila puji 
m) jahat sangka 
n) putus asa 
o) tamak 

Kajian terhadap sifat-sifat mahmudah dan mazmumah ini sangat penting kerana dengan adanya ilmu ini memudahkan seseorang itu mengenal hakikat dirinya. Yakni, kenal sungguh tentang sifat batinnya. Bila sifat baik dan sifat jahat sudah dikenal pasti ada dalam diri seseorang itu maka tindakan yang perlu dilakukan ialah: 1.Sifat-sifat yang terpuji (mahmudah) itu hendaklah kita pertahankan, suburkan, pertajamkan dan kekalkan kerana sifat-sifat ini dikehendaki dan diperintahkan oleh Allah dan Rasul serta digemari oleh manusia seluruhnya, yang mana itulah bunga diri pada seseorang. 2.Sifat-sifat yang terkeji (mazmumah) pula hendaklah ditumpaskan, dikikis, dibuang, dihapus dan dicabut. Ini perlu dilakukan melalui proses mujahadatun nafsi (melawan hawa nafsu). Yakni melalui latihan terus-menerus terhadap nafsu (riadatun nafsi). Wajib dicabut buang sifat-sifat keji ini kerana sifat-sifat ini sangat dibenci oleh Allah dan rasul serta dibenci oleh manusia seluruhnya. Untuk mendapat akhlak yang baik (terpuji) macamlah proses mendapatkan buah yang baik dan manis. Ia didapati setelah ditanam daripada benih-benih yang baik dan manis. Begitulah juga untuk melahirkan perbuatan dan tindakan yang baik serta akhlak yang baik itu adalah dengan menanam benih-benih yang baik di dalam roh (hati). 

Yakni benih-benih sifat-sifat mahmudah seperti kasih sayang, rasa simpati, rasa malu, sukakan ilmu pengetahuan, pemurah, pemaaf, sabar dan lain-lain lagi. Buah yang masam adalah hasil ditanam benih yang masam. Begitulah perbuatan atau tindakan yang buruk atau akhlak yang buruk (keji) adalah berpunca daripada ditanam benih-benih yang keji (mazmumah) di dalam roh (hati). Adapun benih-benih mahmudah dan benih-benih mazmu-mah yang wujud dalam roh (hati) hanya dapat dikesan oleh mata hati yang dibantu oleh ilmu mengenainya. Bukan dengan mata kepala yang sifatnya tidak dapat menjangkau dan merasainya. Yakni roh melihat roh. Hanya roh yang dapat mengenali atau mengesan roh. Ini bererti, mengesan sifat-sifat roh ini mestilah melalui kepekaan pandangan mata hati serta dibantu oleh ilmu. Perjalanan roh ini laju dan sentiasa berubah-ubah, sensitif dan berbolak-balik dari detik ke detik. Kalau kita tidak peka dalam mengesannya setiap saat, kita akan rugi. Tidak peka dalam mengesan sifat-sifat yang baik bererti kita telah mengabaikan sifat-sifat roh yang baik atau perasaan-perasaan yang baik. Maka sifat baik tadi jadi tidak subur. Macam menanam pokok tanpa disiram air, tanpa diberi baja, tanpa dijaga, walaupun pokok itu boleh tumbuh tetapi daunnya kuning, kering, akhirnya mungkin mati. Yang baiknya, perlu ada guru mursyid yang memberi pimpinan atau didikan (yang dapat memimpin hati kita, asalkan kita sanggup mentaatinya). Tidak peka dalam mengesan sifat-sifat mazmumah (jahat) bererti kita biarkan mazmumah itu berada dalam diri. Dari hari ke hari mazmumah itu kian subur bersama suburnya jasad lahir. Akhirnya ia menguasai diri dan kehidupan kita. Ketidakpekaan tadi menyebabkan mazmumah itu tetap bersarang di dalam hati (roh), tidak ditumpaskan, dikikisbuangkan dan dicabut. Akhirnya hati yang jahat itu mendorong untuk melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan jahat atau akhlak-akhlak jahat. Yang kerananya akan merosakkan pergaulan dan menerjunkan kita ke Neraka. Bagaimanakah kaedah untuk mengesan kelajuan perubahan sifat-sifat roh yang sentiasa berubah-ubah dan berbolak-balik ini? Cara mengesan benih-benih sifat-sifat roh (hati) ialah roh melihat roh atau roh meneropong roh. Diteropong, dikaji dan diselidiki sebaik-baiknya dengan dibantu oleh ilmunya untuk memastikan di kala mana berlaku sifat-sifat yang baik dan di waktu mana berlaku sifat-sifat jahat. Bila didapati roh (hati) bersifat baik maka hendaklah disuburkan. Di waktu roh (hati) bersifat jahat maka dikekang dan dilawan, serta ditahan. CONTOH SIFAT-SIFAT MAHMUDAH: 1. Sifat kasih sayang Dengan pandangan mata hati (mata roh) kita akan dapat mengesan adanya benih kasih sayang dalam hati. Ia adalah fitrah semula jadi yang murni. Yakni hati terasa terhutang budi kepada orang yang membantu atau berjasa kepada kita. Mengikut istilah syariat dikatakan rasa syukur atau rasa hendak balas budi. Ini sifat baik (positif). Apabila didapati ada sifat-sifat ini dalam hati hendaklah disuburkan, dipertajamkan dan dikekalkan serta dilaksanakan supaya kita jadi orang yang berterima kasih pada manusia. Lebih-lebih lagi bersyukur kepada Allah kerana nikmat-Nya yang tidak pernah putus-putus. Rasa kasih sayang ini diperintahkan oleh Allah dan Rasul. Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang tidak mengasihi sesama manusia maka dia tidak dikasihi Allah.” (Riwayat Tirmizi) Hadis ini menyuruh kita untuk berkasih sayang. Ia men-dorong kita untuk saling mengasihi antara manusia dan makhluk Allah yang lain. Suburkan dan tajamkan lagi sehingga matang bersama matangnya jasad lahir kita. Lakukan bermacam-macam cara untuk suburkan sifat kasih sayang ini. 2. Rasa simpati, timbang rasa atau tolak ansur Benih rasa simpati atau timbang rasa ini dapat dikesan ada dalam hati bila berhadapan dengan orang yang mendapat kesusahan. Walaupun kita tidak dapat menolong dan membantunya tetapi secara automatik timbul rasa belas kasihan atau simpati itu. Setelah dikesan didapati ada sifat baik ini maka mestilah disuburkan dan dikekalkan. Ini supaya mendorong kita menolong orang yang susah atau sanggup bersusah payah untuk berkhidmat dan berbakti pada orang lain. Syariat juga menyuruh kita bersimpati atau bertimbang rasa atau bertolak ansur pada orang. Sabda Rasulullah SAW: “Sebaik-baik manusia ialah manusia yang dapat memberi manfaat kepada manusia lain.” (Riwayat Qudha’i dari Jabir) 3. Rasa malu Benih rasa malu dapat dikesan wujudnya dalam hati, lebih-lebih lagi bila kita berbuat salah. Rasa malu bila orang lain tahu. Ini mesti disuburkan supaya dapat membendung kita daripada berbuat salah, sekalipun kesalahan-kesalahan dosa kecil, apatah lagi dosa besar. Ini juga mendorong kita segera bertaubat apabila bersalah. Seterusnya ia akan menyuburkan sifat jujur (berlaku benar), ikhlas dan amanah terhadap Allah dan Rasul serta manusia seluruhnya. 4. Rasa sukakan ilmu pengetahuan Benih rasa sukakan ilmu pengetahuan dapat dikesan ada dalam hati bila ada perasaan ingin tahu, ingin pandai, ingin menyiasat, ingin memiliki ilmu sepertimana orang yang sudah ada ilmu, ingin amalkan, ingin membaca, mengkaji, menilai dan prihatin pada satu-satu perkara atau ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Bila didapati benih sifat baik ini ada dalam hati maka suburkan dan dorong lagi supaya kecintaan kepada ilmu bertambah. Ini bersesuaian dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.” “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam.” (Riwayat Ibnu Abdul Bar dari Anas) Bertambahnya ilmu dan pengetahuan memberi kesan lahiriah yang baik pada akhlak dan perbuatan seseorang itu seperti berani, pandai, berwibawa, cakapnya bernas, hidup tidak buntu, kreatif dan lain-lain lagi. Perlu diingat bahawa sifat-sifat yang baik yang disebut di atas tadi dan banyak lagi sifat-sifat mahmudah lainnya itu, ia wujud bersama dengan jasad lahir. Rasa-rasa itu semuanya tidak perlu dipelajari dan tidak ada guru yang mengajarinya. Ia adalah perasaan semula jadi yang murni yang ada dalam hati. Cuma waktu kecil ia tidak subur. Tetapi ia ikut dewasa bersama dewasanya tubuh kasar. Benih-benih sifat-sifat mahmudah tersebut mesti dikenal pasti dengan menggunakan teropong mata hati serta dibantu oleh ilmunya. Kemudian sifat-sifat baik ini hendaklah disubur-kan, dipertajamkan dan didorong lagi supaya kita dapat mengekalkan sifat-sifat mahmudah itu dalam diri. Dengan itu lahirlah akhlak-akhlak yang baik, tindakan-tindakan yang mulia dan perbuatan-perbuatan yang terpuji dalam kehidupan kita. 

 CONTOH SIFAT-SIFAT MAZMUMAH: 
 1. Rasa tidak senang (berdendam) Benih-benih mazmumah rasa tidak senang atau tidak redha atau berdendam dapat dikesan ada dalam hati di waktu kita diuji atau ditimpa bala. Sama ada ujian-ujian itu berbentuk lahiriah atau maknawiah (batiniah). Umpamanya: a. Terasa tidak senang bila dikata nista, dihina, diumpat, difitnah. Hati rasa marah, rasa dendam, rasa ingin hinakan orang itu semula. Ini sangat merbahaya. Boleh mencetuskan pecah ukhwah, pecah belah, huru-hara dan pergaduhan dalam masyarakat. b. Terasa tidak senang atau menderita bila tidak ada duit, tidak ada pangkat atau harta. c. Terasa tidak senang bila diuji dengan sakit atau kematian orang yang dikasihi. d. Terasa tidak senang atau kecewa apabila orang-orang yang dikasihi membuat ragam atau tidak bertanggung-jawab. Terasa tidak senang atau tidak redha dengan takdir Allah. Ini dapat dikesan bila kehendak-kehendak atau hajat-hajat hati tidak tercapai. Katalah kita hendak begian, dapat begian. Hendak banyak, dapat sikit. Hendak pandai, tidak pandai-pandai juga. Hendak pangkat, jawatan, pujian tapi tidak dapat-dapat. Barangkali kalau didorong sifat keji ini akan timbul bimbang terhadap masa depan. Hati makin susah sebelum susah yang sebenarnya menimpa. Misalnya hati merasa, “Bagaimana nanti kalau aku sakit? Bagaimana kalau aku miskin? Kalau aku tak kahwin? Kalau aku tak dapat anak? Kalau aku tak ada rumah? Kalau tak ada kebun selepas pencen? Dan macam-macam hajat yang tak tercapai.” Bila rasa tidak senang ini disuburkan, ia boleh membawa kepada iri hati atau hasad dengki pada orang lain. Dia tidak akan senang melihat ada orang yang dapat lebih nikmat atau lebih senang daripadanya. Setelah dikesan adanya rasa tidak senang atau tidak redha dengan ketentuan Allah ini mestilah dikikisbuangkan, ditumpas dan dicabut. Jika sifat-sifat ini tidak dibuang dan dibendung sebaliknya disuburkan, ia akan jadi lebih parah lagi. Dia sentiasa keluh-kesah atau gelisah bila berhadapan dengan sebarang ujian atau kesusahan. Ia menjadi seorang yang pemarah, pendendam, tidak senang dan putus asa hingga timbul akhlak-akhlak yang buruk atau perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang buruk yang merosakkan dirinya dan masyarakat. Maka hilanglah kebahagiaan hidup. Sebab itu dalam Islam disuruh redha dengan ketentuan Allah. Sifat tidak redha ini sangat dibenci Allah dan Rasul serta seluruh manusia. Untuk membendungnya ingatlah perintah-perintah Allah SWT. Firman-Nya dalam Al Quran: “Hendaklah kamu katakan semua itu datang daripada Allah.” (An Nisaa’: 78) “Janganlah kamu berputus asa daripada nikmat Allah.” (Yusuf: 87) Ingatlah setiap perkara yang berlaku sama ada baik atau buruk, hakikatnya daripada Allah. Ia ada hikmahnya yang tersendiri, yang tersembunyi, untuk kebaikan dan manfaatnya pada diri kita kalau kita pandai menerimanya. Sebenarnya ada rahsia yang kita tidak tahu. Mungkin kalau kita dapat apa yang kita kehendaki, kita tidak bersyukur. Tentulah ini berdosa. Boleh jadi ada orang lain pula yang hasad dengki dengan apa yang kita dapat itu. Bukankah itu membahayakan diri kita? Kalau kita sedar hakikat ini tentulah kita rasa bertuah dengan apa yang ada atau apa yang Allah berikan. Walaupun tidak memenuhi hajat kita namun tidaklah sampai rasa tidak senang, yang mana bererti kita tidak senang dengan Allah, Tuhan yang Maha Adil itu. Bila rasa tidak senang ertinya kita kufur dengan nikmat. Itulah penzaliman terhadap diri yang kita lakukan setiap saat. Oleh itu sifat keji ini hendaklah dikikisbuangkan. Kalau tidak, ia akan menjadi dosa dan menerjunkan kita ke Neraka, wal’iyazubillah. 

 2. Rasa ujub Benih rasa ujub ini dapat dikesan bila kita dapat nikmat lebih sama ada lebih ilmu, lebih pangkat, lebih harta, lebih cantik, lebih pandai, lebih bijak dan lain-lain kelebihan lagi. Waktu itu hati terasa istimewa, terasa hairankan diri. Bila didorong lagi sifat keji ini akan menjadi sifat riyak. Yakni timbul rasa ingin menunjuk-nunjuk. Seterusnya bila disuburkan lagi berubah kepada sifat keji yang lain pula iaitu sifat sombong. Yakni rasa bermegah-megah, rasa diri superman atau superwoman, rasa hebat diri dan suka menghina orang lain. Sifat keji ini bila didapati wujud dalam hati, maka mestilah ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatun-nafsi. Ini kerana sifat sombong atau takabur atau membesarkan diri sangat dimurkai Allah. Yang mana ia merupakan pakaian Allah SWT yang tidak dibolehkan bersekutu pada mana-mana makhluk-Nya. Sombong ini boleh menimbulkan hilang ukhwah, hilang kasih sayang dan benci-membenci. Akhirnya bergaduh dan timbul perpecahan, krisis, tegang dan jatuh-menjatuhkan. Masyarakat jadi haru-biru dan porak-peranda serta hilang ke-bahagiaan dan keamanan. 

 3. Rasa tamak atau bakhil Benih rasa tamak ini dapat dikesan ada di hati bila kita me-lihat atau ternampak nikmat. Waktu itu rasa hendak memiliki nikmat itu untuk jadi hak milik sendiri. Iri hati kalau nikmat itu dipunyai oleh orang lain. Rasa tamak dan haloba menyerang hati. Walau apa cara sekalipun dia akan usahakan untuk memilikinya tanpa mengira halal atau haram. Rasa hati di waktu itu rakus, gelojoh dan ganas. Dia tidak peduli sama ada menyusahkan orang lain atau tidak. Melanggar hak asasi kemanusiaan atau tidak. Pokoknya dia dapat walau apa cara sekalipun. Sifat keji ini tersangat merbahaya. Ia boleh bertindak merampas, menipu, mencuri, merompak, rasuah, merogol, berzina, bergaduh dan akhirnya berperang. Penyakit ini perlu ditumpaskan dari awal lagi. Bila dikesan ada rasa tamak, ia hendaklah ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatunnafsi. Ia sangat dibenci dan menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya serta seluruh manusia. Kemudaratannya bukan setakat di dunia bahkan di Akhirat akan dicampak ke Neraka, wal’iyazubillah. 

 4. Rasa takut. Benih rasa takut dapat dikesan wujud dalam hati bila berhadapan dengan makhluk yang lebih berkuasa, lebih kaya, lebih berpangkat, lebih berpengaruh atau yang berbudi padanya dan lain-lain lagi. Boleh jadi rasa takut ini juga disebabkan oleh inferiority complex dengan makhluk. Bila takut menguasai diri, dia akan hilang kebebasan dan kemerdekaan diri. Kalau disuburkan rasa takut ini, tanpa sedar dia akan menganggap makhluk lebih berkuasa daripada Tuhan. Terjebak dengan mentuhankan makhluk tanpa sedar. Ini termasuk syirik khafi. Sifat keji ini tersangat merbahaya. Ia mengakibatkan orang ini sanggup melanggar syariat Allah dan Rasul serta menafikan kuasa Allah. Walaupun mulutnya mengatakan Allah-lah yang berkuasa tetapi pada realitinya makhluklah tem-pat dia rujuk, patuhi, taati dan takuti. Ertinya, dia sudah mentuhankan makhluk atau mentuhankan manusia. Contohnya, dia sembahyang, puasa, naik haji tetapi tunduk dengan ‘tuan’nya bila disuruh jual atau beli atau minum arak. Katalah dia tidak minum arak, cuma jual atau beli arak, tetapi kerana ‘tuan’nya memberinya gaji, maka dia taat dan patuh. Walhal dia tahu perbuatan ini jelas melanggar syariat Allah. Ertinya dia lebih takutkan arahan manusia melebihi suruhan Allah SWT. Oleh itu sifat keji ini hendaklah dihapus dan ditumpaskan daripada bersarang di hati kita. Kalau perkara ini tidak dikaji dan diteliti, sudah tentu tidak diketahui. Kikiskanlah dengan menanam rasa takut hanya pada Allah. Rasakanlah Allah Maha Berkuasa, Maha Besar dan Allah-lah Maha Kuat dan Maha Gagah daripada segala-galanya.

Semua makhluk ini sama-sama lemah di sisi Tuhan yang Maha Perkasa itu. Kalaupun makhluk itu kuat atau berkuasa, hanya kerana dia diberi nikmat yang lebih sedikit saja daripada orang lain. Tetapi dia tetap lemah dan tetap dalam kuasa Tuhan yang Maha Berkuasa. Allah telah mendidik kita agar hanya pada-Nya kita wajib takut dan menghinakan diri. Ini kerana Allah-lah yang Maha Mencipta, Maha Menganugerah, Maha Pemberi, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Allah-lah yang mengadakan dan mentiadakan sesuatu. Allah-lah yang menentukan nasib makhluk. Allah-lah yang muassir (memberi bekas). Selain-Nya semuanya tidak lebih gagah, tidak lebih besar dan tidak memberi bekas apa-apa. Walaupun makhluk itu lahirnya kita nampak besar dan hebat, gagah dan berkuasa tapi hakikatnya semua makhluk itu tetap dalam genggaman Allah SWT. Hanya empat sifat mazmumah saja yang kita kaji secara terperinci di sini, yang merupakan sebahagian daripada sifat-sifat mazmumah yang banyak itu. Perlu diingat juga bahawa sifat-sifat yang jahat ini semuanya sudah wujud bersama lahir-nya tubuh kasar. Rasa-rasa itu tidak perlu dipelajari dan tidak ada guru yang mengajarinya. Cuma waktu kecil ia tidak subur. Tetapi ia ikut dewasa bersama dewasanya tubuh kasar. Oleh itu benih-benih sifat mazmumah dalam hati ini mesti dikenal pasti di awal-awal lagi. Dengan menggunakan teropong mata hati dengan dibantu oleh ilmunya, sifat-sifat jahat ini mesti ditumpaskan dan dikikisbuangkan melalui proses mujahadatunnafsi. Barulah sifat mazmumah ini dapat dikekang dan dikosongkan, yang akhirnya sifat mahmudah dapat diisi dalam hati. Di sinilah pentingnya mengkaji dan mengesan sifat-sifat roh (hati). Supaya setelah kedua-duanya dikesan, yang mahmudahnya dapat disuburkan dan yang mazmumahnya dapat dihapuskan. Barulah manusia itu kembali kepada hakikat dirinya. Yakni hakikat manusia itu sendiri. Ini kerana nilai diri manusia itu adalah pada sifat roh (hati)nya. Ia jadi penentu yang mencorak kehidupannya dan manusia seluruhnya. Roh ini dikekalkan untuk ditanya dan dipertanggungjawab-kan di Akhirat nanti. Roh inilah yang mukalaf. Ia yang akan merasai nikmat atau azab. Roh inilah juga yang akan ke Syurga.
READ MORE - sifat roh
READ MORE - sifat roh

Taqwa adalah

Taqwa adalah ( التَقْوَى ) berasal dari Wiqoyah ( الوِقَايَة ) yaitu kalimat yang menunjukkan penolakan terhadap sesuatu. Al-Wiqoyah berarti apa yang menghalangi sesuatu. (lihat LisanulArab: 15/403 dan Maqoyisul Lughoh: 6/131) Maka, taqwa seorang hamba kepada Robbnya berarti menjadikan penghalang antara dia dengan apa yang ditakuti dari Robbnya berupa kemurkaan, kemarahan dan siksaanNya yaitu dengan cara menta'atiNya dan menjauhi maksiat kepadaNya. (lihat, Manhajul Anbiya' fii Tazkiyatin Nufus:28) Hakekat taqwa adalah: Beramal dengan menta'ati Alloh swt berdasarkan cahaya ilmu dari Alloh dalam rangka mengharap pahalaNya serta menjauhi maksiat kepadaNya berdasarkan cahaya dari Alloh tersebut karena takut siksaanNya. 

Umar ra pernah bertanya kepada Ubay bin Ka'ab ra tentang taqwa. Maka Ubay bertanya (balik): pernahkah engkau menempuh jalan yang berduri? Umar menjawab: tentu. Ubay bertanya lagi: apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: hati-hati dan sungguh-sungguh. Maka Ubay berkata: itulah taqwa. Taqwa dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kata taqwa dalam Al-Qur'an terkadang disandarkan langsung dengan nama Alloh swt sesudahnya, diantaranya ialah: Alloh swt berfirman: Artinya:"Dan bertakwalah kepada Alloh yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS. Al Maa-idah: 96). lloh swt berfirman: Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Alloh, Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. 059. Al Hasyr: 18). Alloh swt berfirman: Artinya:"Dan bertakwalah kepada Alloh agar kamu beruntung". (QS. Al Baqarah: 189). Apabila kata taqwa disandarkan langsung kepada Alloh, maka maksudnya adalah bertaqwa (takut) kepada murkaNya, karena dari situlah munculnya berbagai hukuman didunia maupun diakherat. Kata taqwa terkadang pula disandarkan kepada tempat diberlakukannya siksaan Alloh swt yaitu neraka. Alloh berfirman: Artinya:"Maka taqwalah (takutlah) kepada neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu. (QS. Al Baqarah: 24) Dan terkadang disndarkan kepada waktu diperlakukannya siksaan Alloh yaitu pada hari qiyamat. Alloh swt berfirman: Artinya:" Dan bertaqwalah (takutlah) dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong". (QS. Al Baqarah: 48) Sedangkan didalam Sunnah, kata taqwa disandarkan pula pada hal-hal yang diharamkan: Rosululloh saw bersabda: "Takutlah (bertaqwalah) kepada kedzoliman karena kedzoliman akan menjadi kegelapan pada hari qiyamat. Dan takutlah (taqwalah) kepada kekikiran, karena kekikiran telah membinasahkan orang-orang sbelum kalian sehingga membawa mereka menumpahkan darah dan merobek-robek kehormatan". (HR. Muslim: 16/134 Syarah An-Nawawi) Rosululloh saw bersabda kepada Mu'ad bin Jabal ketika diutus keYaman: "Bertaqwalah (takut) kamu dari do'a orang yang didzolimi, karena antara dia dan Alloh tidak trdapat penghalang". (HR. Bukhori:3/357 fath Al-Bari dan Muslim:1/197 Syarah An-Nawawi) Sarana-Sarana Taqwa Alloh swt telah menetapkan sarana-sarana untuk mencapai taqwa (tujuan tazkiyatun nufus). 

Semuanya dapat kita golongkan pada tiga kaidah: Kaidah meneliti seluruh syi'ar-syi'ar Islam. Sesungguhnya Islam itu aqidah dan hukum-hukum yang tujuannya adalah taqwa atau tazkiyatun nufus agar manusia dapat istiqomah pada perintah Alloh baik secara individu, kelompok maupun masyarakat. Tauhid merupakan pensucian bagi jiwa (tazkiyatun nufus). Karena dasar hikmah itu adalah mengenal Alloh swt , beribadah, dan takut kepadaNya untuk syirik kepada Alloh swt adalah noda hitam dalam jiwa. Alloh swt berfirman: Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis…". (QS. At Taubah: 28). Seluruh ajaran Islam bertujuan mensucikan jiwa manusia dari kotoran-kotoran hati. Wudhu, mandi dan tayamum juga merupakan pensucian. Ketika Alloh swt berbicara tentang ketiganya, Alloh swt dalam akhir kalamNya berfirman: Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Alloh tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kallian, supaya kalian bersyukur. (QS. Al Maa-idah: 6). Sholat merupakan pensucian jiwa dan anggota badan dari kekejian dan kemunkaran. Alloh swt berfirman: Artinya:"Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar". (QS. Al 'Ankabuut:45). Didalam sholat terdapat tiga (3) kondisi: ikhlas, khosyah (rasa takut) dan dzikir kepada Alloh swt. Ikhlas memerintahkan yang ma'ruf, khosyah melarang yang munkar dan dzikir kepada Alloh menjadikannya memiliki mata hati. Begitu pula zakat bertujuan mensucikan jiwa, Alloh swt berfirman: Artinya:"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Alloh Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. At Taubah: 103) Dan begitulah seluruh ajaran Islam bertujuan mensucikan jiwa, jika kita mau meneliti ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Rosululloh saw, maka kita akan menemukannya. Dengan demikian jelaslah bahwa jalan yang dapat mengarahkan kepada taqwa adalah ibadah, karena ibadah adalah: "nama yang umum dan menyeluruh, yang mencakup perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhoi Alloh swt". 

Kaidah mengenal sifat orang-orang taqwa yang sempurna dan orang-orang mukmin yang ikhlas. Alloh swt berfirman: Artinya:"Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Al Baqarah: 2-5). Ayat yang menerangkan tentang sifat-sifat orang yang bertaqwa ini seluruhnya bertujuan pada pensucian jiwa. 

Kaidah mengenal hakekat wali. Wali-wali Alloh swt adalah orang-orang mukmin yang bertaqwa. Alloh swt berfirman: Artinya:"Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Alloh itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Yunus: 62). Rukun-Rukun Taqwa Menurut ahlu sunnah wal jama'ah suatu amal hanya diterima dari orang –orang yang bertaqwa yaitu orang yang amalnya ikhlas karena Alloh swt dan sesuai dengan syari'at yang ditetapkan Rosululloh saw. Sebagian ulama' merumuskannya dengan dua point pokok: Tidak beribadah kecuali hanya kepada Alloh swt. Tidak beribadah kepada Alloh kecuali dengan apa yang diperintahkan dan disyari'atkanNya melalui lisan RosulNya. Ketentuan ini didasarkan oleh dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits sebagai berikut: Artinya:"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Alloh Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Maa-idah: 27) Alloh swt berfirman: Artinya:"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Al Mulk: 2). Dalam menafsirkan yang lebih baik amalnya (أَحْسَنُ عَمَلًا) Al-Fudhoil bin Iyad berkata: yaitu yang paling ikhlas dan paling benar, maka orang-orangpun bertanya: hai abu Ali, apa yang paling ikhlas dan yang paling benar itu? Beliau menjawab: sesungguhnya amal apabila ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Sampai amal itu benar-benar ihklas dan berada dijalan yang benar. Ikhlas adalah karena Alloh swt dan benar itu adalah sesuai Sunnah (tuntunan Rosululloh saw).
READ MORE - Taqwa adalah
READ MORE - Taqwa adalah

qonaah

qonaah berarti menerima apa adanya. Merasa ikhlas dengan kondisi apapun yang dialami. Dalam bahasa jawanya : “nrimo ing pandum” Dalam sudut pandang tertentu, qonaah sering disalah artikan sehingga menjadi pemicu sebuah kemunduran, ganjalan dalam berkembangnya seseorang ke tingkatan yang lebih tinggi/baik dalam berbagai aspek kehidupan. Memang tak salah kalau qonaah diartikan menerima apa adanya, tapi tidak berhenti hanya sampai disitu. Sikapa qonaah menuntut siapa saja untuk selalu bermuhasabah, introspeksi, seberapakah kemampuan dirinya, sehingga ia hidup secara WAJAR dan tak melampaui batas. Selanjutnya diperlukan adanya syukur, tasyakkur dan tafakkur. Syukur sebagai perwujudan menerima apa adanya, tasyakkur tercermin dari kelapangan hati dan kesabaran, tafakkur sebagai wujud evaluasi. contoh kecil orang yang sedang usaha berjualan. suatu saat jualannya sepi. ketika ia menghadapi itu, pertama ia ikhlas, kemudian bersyukur, “Alhamdulillah…. dengan kesempitan ini Ya Allah kau ingatkan aku, kau jadikan aku mendekat kepadaMu”. Orang ini akan semakin memacu ibadahnya, sehingga semakin dekatlah ia kepada Allah, dengan ijin Allah tentunya. dengan semakin dekat kepada Allah maka semakin lapang hatinya menjalani kesempitan ini, yang ada adalah kelurusan berfikir. Langkah selanjutnya adalah tafakkur, evaluasi. Kenapa sih orang2 seakan menjauh dari tokoku, apakah karena tokoku kotor sehingga tak menarik keinginan pembeli, apakah harga jualku terlalu mahal, apakah pelayananku yg tidak disukai pembeli… evaluasi demi evaluasi dilakukan sehingga dari situ lahirlah perbaikan-perbaikan. 2 manfaat sekaligus, ibadah semakin lancar, urusan dunia semakin lancar.


Orang beriman adalah orang yang memiliki landasan hidup yang kukuh dan benar, yakni landasan hidup yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Dengan landasan hidup tersebut orang beriman memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia lain. Hidup manusia yang tidak dilandasi iman, tak ubahnya seperti kehidupan hewan ternak, yang hanya makan, minum, bekerja, tidur, dan beranak. Sebaliknya, dengan landasan iman, hidup manusia akan terarah, sesuai dengan yang dihekendaki penciptanya, yakni Allah SWT.

1. Taqwa kepada Allah SWT
Taqwa kepada Allah berarti menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Taqwa juga berarti berhati-hati dalam hidup, yakin menjaga diri dari semua aturan yang diberikan Allah sebagai penciptanya. Taqwa kepada Allah menjadi kewajiban setiap muslim.
Firman Allah 

يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَنْ لِغَدٍِج وَاَتَّقُوْااللهَقلى اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ (الحشر:18)
“Hai orang-orang yang beriman, taqwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat). Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hasyr: 18)


يأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْااتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ (ال عمران: 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali engkau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran: 102)

Memperhatikan apa-apa yang telah dikerjakan untuk hari esok berarti mengadakan evaluasi kerja dan mengadakan perencanaan kerja di masa-masa yang akan datang. Hari esok ada dua macam, yakni hari esok yang dekat (di dunia ini) dan hari esok yang jauh (di akherat kelak)

2. Berbuat baik kepada kedua orang tua
Orang tua (ayah dan ibu) adalah orang yang menjadi perantara hidup manusia di dunia. Islam memberi tuntunan bahwa setiap anak wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya, walaupun berbeda agama dengan dirinya sendiri.
Firman Allah:

وَاعْبُدُوْاللهَ وَلاَتُشْرِكُوْابِه شَيْئًا وَبِالْوَالِدِيْنِ اِحْسَانًا (النسائ:36)
“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukannya-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat ihsanlah (baiklah) kepada kedua orang tua (Ibu bapak0 mu…” (Q.S An – Nissa: 36)

Islam tidak memberi batasan tentang berbuat baik kepada orang tua. Hal ini diserahkan kepada kebijakan manusia (anak) Sesuai dengan Kondisi masing-masing orang tuanya. Islam hanya memberi batasan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua tidak boleh melanggar hak-hak Allah, misalnya dengan cara menyekutukan-Nya.
Apabila kedua orang tua mengajak berbuat maksiat kepada Allah (misalnya menyekutukan-Nya) maka anak tidak boleh mengikuti ajakan tersebut, namun tetap berikap baik kepadanya.
Firman Allah SWT:

وَاِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِى مَالَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَافِىالدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
“Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan dengan Aku, sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik …” (QS. Luqman: 15).

Di samping wajib berbuat baik, kita dilarang untuk menyakiti hati kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya.


.... اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَاَحَدُهُمَاأَوْكِلاَ هُمَافَلاَ تَقُلْ لَّهُمَاأُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْ هُمَاوَقُلْ لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا (الاسرائ: 23) 
“……jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentuk mereka dengan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia:. (QS. Al Israa’: 23)

Apabila kedua orang tua belum Islam, hendaklah dido’akan agar mendapat petunjuk dari Allah sehingga mau masuk Islam. Jika keduanya telah meninggal, hendaklah dido’akan agar mendapat ampunan di sisi-Nya, misalnya dengan lafal do’a:

رَبَّنَااغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ ( ابراهيم : 41)
“Ya Rab kami, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim: 41)


3. Berbuat baik kepada sesama manusia
Kewajiban berbuat baik kepada sesama manusia telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:

وَاعْبُدُ اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْابِه شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَبِذِى اْلقُرْبى وَالْيَتمى وَاْلمَسكِيْنِ وَالْجَارِذِى الْقُرْبى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالاً فَخُوْرًا ( النساء: 36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Niosaa’: 36)

Selanjutnya Rasulullah SAW. Melarang kepada muslim untuk meremehkan, menyakiti hati dan sebagainya. Sabda Rasulullah SAW.
اَلْمُسْلِمُ اَخُوالْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهَ وَلاَيَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوى هَاهُنَا وَيُشِيْرُ اِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَاَخَاهُ اْلمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ (رواه مسام )

“(Seorang) muslim adalah saudara bagi muslim (lain), tidak boleh (seseorang) menganiyaya dia, tidak boleh mengecewakan dia, tidak boleh menghinakan dia, Taqwa ada di sini! Dan beliau memberikan isyarat ke dadanya tiga kali sambil bersabda: “Cukup jahat apabila seseorang menghina saudaranya (muslim yang lain). Tiap Muslim terhadap Muslim (yang lain) haram darahnya, harta, dan kehormatannya”. (HR. Muslim)
BERFIKIR POSITIF (QONA’AH)

1. Pengertian: 
Rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki sehingga jauh dari sifat kurang yang berlebihan. Orang qona’ah giat bekerja atau berusaha dan bila hasilnya kurang memuaskan, rela menerima dengan syukur kepada Allah. Hikmah qona’ah adalah symbol rasa tentram dalam hidup, sehingga terhindar dari sifat serakah dan tamak.
H.R. Muslim: “Beruntung orang Islam, rezekinya cukup; dan merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah kepadanya”.
Q.S Hud 6: “Dan tidaklah binatang yang melatapun di bumi, kecuali ditentukan rizkinya oleh Allah”.
Jadi dengan demikian orang yang qona’ah adalah yakin akan ketentuan Allah SWT. Pengertian harfiah dan qona’ah adalah menerima cukup/menerima secara puas, apa adanya. Sedang pengertian secara istilah adalah:
a. Menerima dengan rela apa adanya
b. Menerima dengan sabar apa adanya
c. Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha
d. Bertawakal kepada Allah
e. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia

2. Qona’ah dalam kehidupan
a. Pengendalian hidup sehingga tidak turut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan
b. Qona’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator dalam hidup
1. Berfungsi sebagai stabilisator
- Berlapang dada dalam situasi dan Kondisi apapun
- Berhati tentram
- Merasa kaya dan berkecukupan dalam hidup sederhana
- Bebas dari keserakahan, karena kekayaan atau kemiskinan terletak pada hati bukan terletak pada harta yang dimiliki
2. Berfungsi sebagai dinamisator artinya qona’ah merupakan kekuatan bathin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup, berdasarkan kemandirian dan tetap bergantung kepada karunia Allah SWT.
Berkenaan dengan cara hidup qona’ah, marilah kita simak nasehat Nabi SAW kepada hakim sahabat beliau yang segala permohonannya selalu diluluskan, tetapi kali berikutnya Nabi menasehatinya.

يَاحَكِيْمٌ اِنَّ هدَالْمَالَ خُضْرٌ خُلْقٌ, فَمَنْ أَخَدَ هُ بِسَحَاوَةٍ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْهِ فَمَنْ أَخَدَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يَبَارِكْ لَهُ فِيْهِ وَكَانَ كَالَّدِيْ يَأكُلُ وَلاَ يَشْبَعْ وَاْليَدُاْلعُلْيَاخَيْرٌ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَ

Artinya: “Wahai hakim sesungguhnya harta itu indah dan manis, barang siapa yang mengambilnya dengan hati yang lapang dan ikhlas niscaya berkah baginya, akan tetapi barang siapa yang mengambilnya dengan hati yang tamak atau rakus, pasti harta itu tidak berkah baginya. Bagaikan orang yang makan yang tidak pernah kenyang-kenyangnya ketahuilah bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

Oleh karena itu qona’ah adalah merupakan sikap hati dan mental yang memilikinya diperlukan latihan dan kesabaran. Bila qona’ah dimiliki oleh seseorang niscaya kebahagiaan dunia akan dinikmati dan kebahagiaan akhirat akan tercapai. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Thabrani:
اَلْقَنَاعَةُ كَنْزٌ لاَيَفْنى
Artinya: “Qona’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap”

Manfaat qona’ah dalam kehidupan:
a. Bagi kehidupan pribadi:
1. Percaya akan kekuasaan Allah SWT
2. Sabar dalam menerima ketentuan Allah SWT
3. Bersyukur bila dipinjami nikmat Allah SWT
4. Berusaha bekerja, berikhtiar dan berdo’a serta tawakal

b. Bagi kehidupan masyarakat:
1. Mengajak tidak membanggakan diri dengan kekayaan sebab akan menimbulkan kecemburuan sosial 
2. Membina rasa puas dengan nikmat yang dikaruniakan Allah SWT
3. Menjauhkan sifat rakus dan tamak, hingga akan terhindar dari kehendak untuk mengambil hak orang lain
Dengan demikian, qona’ah adalah salah satu sikap terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim, yaitu sikap rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki serta menjauhkan diri dari sikap tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan
Orang yang qona’ah adalah orang yang selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia tetap bersikap positif yaitu rela menerima apa yang dihasilkannya dengan penuh rasa syukur dan lapang dada.
Qona’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dengan qona’ah seorang muslim akan bersikap positif terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepadanya, akan terhindar dari sifat-sifat tercela, serakah dan putus asa, serta akan memiliki semangat hidup untuk meraih kemajuan berdasarkan kemampuan diri dan kemandirian.

AKHLAKUL MADZMUMAH

A. Hasud
1. Pengertian Hasud
Hasud berarti membangkitkan hati seseorang supaya marah (melawan, memberontak, dan sebaginya). dalam bahasa Arab disebut hasad yang berarti dengki, sebagai wujud dan akibat rasa iri. Dengan demikian Hasud sama dengan hasad. Orang yang suka berbuat Hasud disebut provokator. Sudah pasti sifat ini amat tercela, baik dalam pandangan Allah maupun sesama manusia.

2. Hasud adalah penyakit masyarakat
Hasutan yang disebarkan oleh provokator sering menimbulkan gangguan dalam kehidupan masyarakat. Perbuatan anarkis yang berupa pengrusakan toko, rumah dan tempat ibadah bahkan juga pembunuhan. Oleh karena sebab itu, jelaslah kiranya Hasud merupakan penyakit dalam kehidupan bermasyarakat, karena menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya. Selain merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, hasud juga berakibat buruk bagi pelakunya sendiri.

اِيَّا كُمْ وَاْلحَسَدَ فَإِنَّ اْلحَسَدَ يَأْ كُلُ اْلحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ اْلحَطَبَ (رواه أبوداود)
“Jagalah dirimu semua dari sifat dengki, karena kedengkian merusak kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)

B. Ria
1. Pengertian Ria
Ria adalah pamer, yakni berbuat baik dengan maksud ingin memperoleh pujian orang lain. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Islam mendidik umatnya agar melakukan amal baik secara ikhlas, yakin karena Allah. Semata – mata Yang dimaksud karena Allah semata-mata ialah:
a. Melakukan amal baik karena ingin memperoleh ridha Allah SWT
b. Melakukan amal baik karena mentaati perintah Allah SWT
Amal baik yang dilakukan dengan maksud tidak seperti di atas, dinyatakan tidak memperoleh pahala 
Rasulullah SAW bersabda:

أِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوى .... رواه البخارى
“Sesungguhnya amal-amal itu harus dengan niat dan sesungguhnya setiap (amal) seseorang tergantung kepada niatnya…..” (HR. Bukhari dan Muslim)


2. Ria Merusak amal baik
Allah SWT berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْالاِتُبْطِلُوْا صَدَ قَتِكُمْ بِالْمَنِّ وَاْلأَذى كَالّذِيْ يُنْفِقُ مَالَه رِئَاءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْ مِنُ بِااللهِ وَاْليَوْمِ اْلأَخِرِ قلى فَمَثَلُه كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَ كَهُ صَلْدًا قلى لاَيَقْدِرُوْنَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوْا قلى وَاللهُ لاَيَهْدِى اْلقَوْمَ اْلكَفِرِيْنَ (البقراة: 264)
“Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu tertimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada, orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah: 264)
Selain merusak amal baik, ria juga termasuk perbuatan syirik yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW.
Sabda Rasulullah SAW:

اِنَّ اَخْوَفَ مَاأَخَافَ عَلَيْكُمُ اْلشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ : اَلرِّياءُ (رواه احمد)
‘Sesungguhnya sesuatu yang telah aku khawatirkan atas kamu semua perkara yang aku khawatirkan ialah syirik kecil, yakni ria,” (HR Ahmad)

C. Aniyaya
1. Pengertian aniyaya
Aniyaya berarti perbuatan bengis, seperti penyiksaan, penindasan, dan sebagainya. Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di muka bumi yang harus berbuat baik terhadap siapapun, bahkan juga terhadap makhluk selain manusia.
Allah SWT berfirman

اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِى اْلقُرْبى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَكُمْ تَذَ كَّرُوْنَ (النحل: 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan kepada kaum kerabat dan Allah melarang (kamu) berbuat keji, Munkar, dan permusuhan (aniyaya). Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl; 90)

Ayat di atas membuat tiga perintah dan tiga larangan. Tiga perintah yang dimaksud ialah berlaku adil, berbuat baik, dan membantu kerabat. Tiga larangannya ialah berbuat keji (maksiat yang menjerumus perbuatan zina), Munkar (segala perbuatan buruk yang tidak dapat diterima oleh hati nurani), dan permusuhan.
Aniyaya adalah salah satu bentuk perbuatan yang menimbulkan permusuhan sesama manusia. Oleh sebab itu, perbuatan aniyaya wajib dijauhi oleh setiap orang, terutama muslim.

2. Orang yang teraniyaya memperoleh prioritas dari Allah SWT
Untuk memberikan keadilan kepada manusia Allah SWT memberikan prioritas kepada orang yang dianiyaya bahwa dia tidak berdosa apabila berkata buruk lagi keras.
Firman Allah SWT:

لاَيُحِبُّ اللهُ اْلجَهْرَ بِالسُّوْءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلاَّ مَنْ ظُلِمَ قلى وَكَانَ اللهُ سَمِيْعًاعَلِيْمًا (النساء : 148)
“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang di aniyaya. Allah adalah (yang) Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. An-Nisaa’: 148)

Orang yang diperlakukan secara dhalim diperbolehkan membalas kedhaliman tersebut seberat kadar yang ditimpahkan kepada dirinya.

وَاٍنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْابِمِثْلِ مَاعُوْقِبْتُمْ بِهِ قلى وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِِصّبِرِيْنَ (النحل: 126)
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl: 126)

3. Bahasa perbuatan aniyaya
a. Bagi orang lain
Bahaya perbuatan aniyaya bagi orang lain tergantung pada tingkat aniyaya yang ditimpakan pada dirinya. Sekurang-kurangnya menimbulkan kekecewaan atau sakit hati pihak lain (yang dianiyaya)

b. Bagi pelakunya sendiri
Perbuatan aniyaya menimbulkan kegelapan bagi dirinya di hari kiamat
Rasulullah SAW bersabda:

اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ (رواه البخارى و مسلم)
“Kedhaliman adalah beberapa kegelapan di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

اِتَّقُوالظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ (رواه مسلم)
“Jagalah dirimu dari kedhaliman, karena dhalim adalah beberapa kegelapan di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud kegelapan di hari kiamat adalah dosa yang memberatkan penderitaan seseorang di hari kiamat. Mungkin seseorang masih dapat menyelamatkan diri dari akibat perbuatan dhalim di dunia ini, tetapi tidak demikian halnya di akherat kelak

ADAB BERPAKAIAN, BERHIAS, BERTAMU, DAN MENERIMA TAMU

A. Adab (Tata Krama) Berpakain
1. Fungsi pakaian
Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar sampai kedua lutut, sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Adanya aturan-aturan dalam berpakaian pada dasarnya untuk menunjang ketiga fungsi berikut ini:
Fungsi pakaian ialah untuk penutup aurat, menjaga kesehatan dan keindahan

2. Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis dan atau ketat (mepet sehingga membentuk tubuhnya yang asli)
Kendatipun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, tetapi apabila pakaian yang terlampau tipis, pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlampau tipis akan menampakan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian yang menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya
Dalam hal ini Rasulullah SAW, telah bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا: قَوْمٌ سِيَاطٌ كَأَذْنَ بِ اْلبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَاالنَّاسَ وَنَسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتُ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوْ سُهُنَّ كَأَ سُنِمَةِ اْلبُخْتِ اْلمَائِلَةِ لاَيَدْ خُلُنَ اْلجَنَّةَ وَلاَيَجِدْنَ رِيْحَهَالَيُوْ جَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَاوَكَذَا (رواه مسلم)
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu: 1. kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memikul orang (penguasa yang kejam): 2. perempuan-perempuan yang berpakain tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk onta. Mereka itu tidak akan bisa masuk jamaah (surga) dan tidak akan Mencium bau surga, Padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim).

3. Kaum lelaki dilarang memakai cincin emas dan pakaian sutra
Khalifah Ali Bin Abi Thalib berkata:

نَهَانِيْ رَسُوْاللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ التَّخَتُّمُ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ اْلقِسِّىِّ وَعَنْ لِبَاسِ اْلمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)
“Telah melarang kami Rasulullah SAW, untuk memakai cincin dari emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Tabrani)

Ashfar adalah bahan penguning (semacam wenter berwarna kuning) yang banyak dipakai orang saat itu.
Ibnu Umar meriwayatkan:

رَأَى رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَيَّ ثَوْ بَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَلَ: اِنَّ هذِهِ مِنْ ثِيَابِ اْلكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسَهَا
“Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang aku celup dengan ashfar, maka Sabda beliau, ‘Ini adalah pakaian orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau Pakai’.”



B. Adab (Tata Krama) Berhias
Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada dalam batas yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Beberapa ketentuan agama dalam masalah perhiasan ini antara lain sebagai berikut:
1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas, sebagaimana larangan yang ditunjukan oleh Rasulullah SAW, terhadap Ali RA.
2. Jangan bertato dan mengikir gigi
Mengikir gigi ialah memendekan dan merapikan gigi (pangkur dalam bahasa Jawa). Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Dalam menyikapi hal ini, Rasulullah SAW bersabda:

لَعَنْ رَسُلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اْلوَشِمَةَ وَاْلمُسْتَوْشِمَةَ وَاْلوَاشِرَةَ وَاْلمُسْتَوْشِرَةَ (رواه الطبرانى)
“Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menatu dan minta ditatu, yang mengikir dam yang minta dikikir giginya.” (HR Thabrani).

3. Jangan menipiskan alis
Menipiskan alis banyak dilakukan oleh kaum perempuan agar tampak lebih cantik
Dalam sebuah Hadits diriwayatkan:

لَعَنْ رَسُلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم النَّاصِمَةَ وَاْلمُتَنَصِّمَةَ (رواه ابوداود)
“Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya dan meminta dicukur alisnya.” (HR Abu Dawud)

4. Jangan menyambung rambut
Rasulullah bersabda:

لَعَنْ رَسُلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اْلوَاصِلَةَ وَاْلمُسْتَوْ صِلَةَ (رواه البخارى)
“Allah melaknat perempuan-perempuan yang menyambung rambutnya dan yang meminta disambung rambutnya.” (HR. Bukhari)

5. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias
Yang dimaksud berlebih-lebihan ialah melewati batas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebihan cenderung kepada sikap sombong dan bermegah-megahan yang amat tercela dalam Islam. Setiap muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun berhias dalam bentuk lain. 
Memoles wajah dengan bahan (make up) terlampau banyak, mengenakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki termasuk berlebih-lebihan.
Islam memperbolehkan umatnya berhias secara wajar, tidak berlebih-lebihan yang cenderung kepada sikap sombong dan pamer.

C. Adab (Tata Krama) Bertamu
1. Jangan bertamu pada tiga waktu aurat
Allah SWT berfirman:

يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ أمَنُوْالِيَسْتَأْذِ نَكُمُ الَّذِيْنَ مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ وَالَّذِيْنَ لَمْ يَبْلُغُوْا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَثَ مَرَّاتٍ قلى مِنْ قَبْلِ صَلوةِ اْلفَجْرِ وَحِيْنَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيْرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلوةِ اْلعِشآءِ قلى طَوَّافُوْنَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ قلى كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأيتِ قلى وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ (النور: 58)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lekaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari, dan sesudah sembahyang isya, (itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nuur: 58)

Bertamu pada tiga waktu aurat (sebelum subuh, sesudah dhuhur, dan sesudah isya), termasuk perkara yang dicela dalam Islam dan harus dijauhi, kecuali terpaksa (karena ada urusan yang sangat penting.

2. Cara bertamu yang baik
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:
a. Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya.
Allah SWT berfirman:

اِنْاَحْسَنَتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأَِ نْفُسِكُمْ وَاِنْ أَسَأْ تُمْ فَلَهَا ... (الاسراء:7)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan0 itu bagi dirimu sendiri ….” (QS. Al Israa: 7)

b. Memberi isyarat dan dalam ketika datang
Allah SWT berfirman:

يأَيُّهَاالَّذِيْنَ أمَنُوْالاَتَدْ خُلُوْا بُيُوْ تًا غيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْ نِسُوْا وَتُسَلِّمُوْاعَلَىأهْلِهَا ط ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَكُمْ تَذَكَّرُوْنَ (النور: 27)
“Wahai orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu supaya kamu selalu ingat.” (QS. An-Nuur: 27)

c. Jangan mengintip ke dalam rumah
d. Minta izin masuk sebanyak-banyaknya 3 kali, apabila sudah mengetuk pintu atau membaca salam tiga kali tidak ada tanggapan dari tuan rumah, harus kembali pulang
e. Memperkenalkan diri secara jelas, baik nama, Alamat (terlebih bila bertamu pada malam hari
f. Tamu lelaki dilarang masuk ke dalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Rasulullah SAW bersabda:

لاَيَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ اِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ اْلمَرْاَةُ اِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ (رواه البخارى و مسلم)
“Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepi bersama perempuan kecuali ia (perempuan tersebut) bersama mahramnya. Jangan pula seorang perempuan berpergian kecuali apabila ia bersama mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

g. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan masuk, hendaklah tamu masuk rumah dan duduk dengan sopan di tempat yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang ke mana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan.

h. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberi jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakan sikap tidak senang terhadap jamuan tersebut. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berkata terus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan dan minuman seperti itu.

D. Adab Menerima Tamu
1. Berpakaian yang pantas untuk menghormati tamu dan diri sendiri
2. Menerima tamu dengan sikap yang baik, sikap bersahabat, jangan sekali-kali memalingkan muka dirinya
3. Menjamu tamu sesuai kemampuannya, tidak mengada-ada yang dapat menyusahkan diri sendiri
Kewajiban menerima tamu adalah sehari – semalam. Selebihnya adalah sedekah bagi tuan rumah
4. antarkan tamu (saat pulang) sampai pintu halaman rumah
5. Wanita yang berada di rumah sendirian dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa ada izin sebelumnya dari suami (kecuali masih mahramnya)
Bagi suami pun hendaknya bersikap hati-hati agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan

DISIPLIN

A. Disiplin Dalam Kehidupan Pribadi
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang ditetapkan, tanpa pamrih.
Dalam ajaran Islam banyak ayat Al-Qur'an dan Hadits, yang memerintahkan disiplin dalam ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An-Nisa ayat 59:

ياَيُّهَاالَّذِمْنَ امَنُوْااَطِيْعُوااللهَ وَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ مِنْكُمْ ... (النساء 59)
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu …” (An Nisa 59)

Disiplin adalah kunci sukses, sebab dengan disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam kebenaran dan rela berkorban untuk kepentingan pribadi dan kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Disiplin dalam penggunaan waktu
Disiplin dalam menggunakan waktu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin akan kembali lagi, hari yang sudah lewat tak akan datang lagi. Demikian pentingnya arti waktu sehingga berbagai bangsa di dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan “waktu adalah uang”, peribahasa arab menyatakan “waktu adalah pedang”, dan “waktu adalah emas”, dan kita orang Indonesia menyatakan: “sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna”
Marilah kita bayangkan, seandainya ada seorang yang pada waktu Belajar di rumah masih terus bermain-main, sebaliknya pada waktu tidur, ia gunakan untuk bergadang semalaman suntuk. Tentu dapat kita lihat bahwa hidupnya menjadi tidak teratur, karena ia tidak pandai menggunakan waktu dengan tepat. Oleh karena itu marilah kita lebih menghargai waktu dengan cara disiplin dalam merencanakan, mengatur, dan menggunakan waktu, yang Allah karuniakan kepada kita tanpa dipungut biaya.
Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketaatan dalam kehidupan pribadinya.

2. Disiplin dalam beribadah
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendah diri hanya kepada Allah yang disertai perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa disiplin dalam beribadah itu mengandung dua hal:
a. Berpengang teguh terhadap apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran-ajaran yang berifat halal, anjuran sunnah, atas makruh dan haram
b. Sikap berpengang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya, dan taat kepada Rasul-Nya. Perhatikan firman Allah:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِيْبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْ بَكُمْ قلى وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (ال عمران: 31)
Artinya: “Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 31)

Sebagaimana telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
a. Ibadah mahdah (murni) yaitu bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah
b. Ibadah ghairoh mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada Allah melainkan melalui hubungan kemanusiaan.
Dalam ibadah (disebut juga ibadah khusus) aturan-aturannya tidak boleh semuanya akan tetapi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang mengada-ada aturan baru, misalnya shalat subuh tiga rakaat atau puasa 40 hari terus menerus tanpa berbuka, adalah orang yang tidak disiplin dalam beribadah, karena ia tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ia termasuk orang yang berbuat bid’ah dan tergolong sebagai orang yang sesat.
Dalam ibadah ghairoh mahdhah (disebut juga ibadah umum) orang dapat menentukan aturannya yang terbaik, kecuali yang jelas dilarang oleh Allah. Tentu saja suatu perbuatan dicatat sebagai ibadah kalau niatnya ikhlas semata-mata karena Allah, bukan ingin mendapatkan pujian orang lain (riya’)

3. Disiplin Dalam Berlalu Lintas
Tanggal 1 Desember 1993 merupakan hari bersejarah dalam berlalu lintas di Indonesia, karena pada tanggal tersebut UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya mulai diberlakukan secara efektif di seluruh wilayah nusantara. Dengan Undang-undang tersebut, diharapkan semua warga negara mentaati dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Bagi umat Islam masalah ketaatan terhadap berbagai peraturan termasuk peraturan lalu lintas bukanlah hal yang asing, karena banyak ayat Al-Qur'an dan Hadits yang mengandung perintah untuk bersikap taat.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa 59:

ياَيُّهَاالَّذِمْنَ امَنُوْااَطِيْعُوااللهَ وَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ مِنْكُمْ ... (النساء 59)
Artinya: “Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya) dan ulil amri di antara kamu …. (An Nisa 59)

Ayat tersebut menegaskan bahwa sebagai orang beriman di samping harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya, juga harus taat kepada Pemimpin atau pemerintah. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya: “Barang siapa yang taat kepadaku maka ia benar-benar telah taat kepada Allah, dan barang siapa yang durhaka kepadaku maka ia benar-benar telah durhaka kepada Allah. Barang siapa yang taat kepada penguasa maka ia benar-benar taat kepadaku, dan barang siapa yang durhaka kepada penguasa maka ia benar-benar telah durhaka kepadaku”. (H.R Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits lain Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Seseorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukai maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat, maka ia tidak wajib untuk mendengarkan dan taat” (HR. Bukhari dan Muslim)
berdasarkan ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi di atas, jelas sekali bahwa ajaran Islam tentang disiplin mengandung ketaatan pada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah suatu hal yang harus dilaksanakan yaitu melaksanakan disiplin bukan karena diawasi oleh petugas, tetapi karena merupakan tuntunan ajaran agama.
Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim sekaligus sebagai warga negara yang baik sudah seharusnya ikut aktif dalam menciptakan tertib lalu lintas dengan mematuhi dan melaksanakan segala aturan yang tertuang dalam undang-undang tersebut.


B. Disiplin Dalam Bermasyarakat
Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda pula. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda, namun dengan bermasyarakat, mereka tentu memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang sedang disepakati bersama, yang harus dihormati dan dihargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat itu. Kita sebagai manusia yang lahir sebagai bangsa Indonesia yang religius dan berfalsapahkan pancasila, tentunya kita harus mentaati dan mematuhi nilai-nilai dan norma-norma serta adat yang berlaku pada masyarakat kita. Sesuai dengan naluriah kemanusiaan, tiap anggota masyarakat ingin lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya
Sekiranya tidak ada aturan yang mengikat di antara mereka dalam bermasyarakat dari ketentuan yang telah digariskan oleh agama, niscaya kehidupan mereka akan kacau balau, karena setiap pribadi dan kelompok akan membanggakan diri pribadi dan kelompoknya masing-masing.
Berdasarkan kenyataan ini, maka agama Islam menegaskan bahwa manusia yang paling berkualitas di sisi Allah bukanlah karena keturunan atau kekayaan, akan tetapi berdasarkan ketaqwaannya. Ketaqwaan yang merupakan perwujudan dari kedisiplinan yang tinggi dalam mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan – larangan-Nya, bukanlah suatu pembawaan dan bukan pula suatu harta pustaka yang dapat diwariskan melalui garis keturunan
Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu Bagaikan satu Bangunan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda – beda, manakala salah satu komponen itu rusak, maka seluruh Bangunan itu akan rusak atau binasa. Hadits Nabi SAW menegasakan:

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدَّ بَعْضُهُ بَعْضًا, وَشَبَّكَ بَيْنَ اَصَابِعِهِ (رواه البخارى و مسام والترمذى)
Artinya: “Seorang mu’min dengan mu’min lainnya Bagaikan Bangunan yang sebagahagian dari mereka memperkuat bahagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari yang sebelah ke jari-jari tangan sebelah lainnya”. (H.R Bukhari Muslim dan Turmuzi)

C. Disiplin Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Negara adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh anggota atau warga negara tersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat prasarat untuk berdirinya suatu negara. Tujuan dibentuknya suatu negara ialah agar seluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga negara yang dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan. Anggota masyarakat suatu negara adakalanya mempunyai latar belakang budaya dan agama yang sama, dan ada pula yang terdiri atas budaya dan agama yang beragam. Dalam membentuk negara yang baik, beragamnya budaya bukanlah merupakan persoalan. Karena keberadaan latar belakang budaya tidak akan menghambat suatu masyarakat untuk membangun negaranya. Bahkan dengan adanya perbedaan tersebut semakin memperkaya perbendaharaan pemikiran dan pengetahuan suatu masyarakat. Kunci keberhasilan suatu negara terletak pada kedisiplinan berupa kesetiaan dan kesungguhan warga negaranya melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Berkaitan dengan hal di atas maka di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya jika umat Islam mempelopori meningkatkan disiplin nasional dalam bentuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yangberlaku, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
READ MORE - qonaah
READ MORE - qonaah
.::BY JUMBHO-MY AT HOME IN THE JEPARA CITY OF BEAUTIFUL::.